FENOMENA PEMBESARAN KAPASITAS
MESIN
Tinggalkan Stroke Up!
Fenomena baruOP tangkap dari beberapa event drag bike belakangan. Para
mekanik drag bike ramai-ramai meninggalkan cara stroke up untuk
membesarkan kapasitas mesin!
Apa hubungannya drag bike dengan dunia street performance? Tak bisa dipungkiri, para mekanik drag bike sebagian besar masih menerima garapan ngoprek mesin street performance alias korek harian.
Itulah kenapa fenomena yang terjadi di drag bike ini berhubungan erat dengan bahasan street performance. Dengan meninggalkan stroke up, berarti buat membengkakan cc mesin, bore up dijadikan satu-satunya cara.
Pertanyaannya, mengapa? Mengapa stroke up ditinggalkan?
Sebelum menjawab hal ini, sebagai ilustrasi, fenomena ini paling menonjol terlihat di kelas Skutik s/d 200cc! Ya, tak lain dan tak bukan karena basis mesin skutik yang digunakan standarnya berkapasitas di bawah 125cc. Makanya biar bisa bersaing ya harus kejar cc.
Dulu, cara yang ditempuh adalah mengawinkan metode bore up dan stroke up. Katanya sih stroke up dibutuhkan agar mesin makin bertorsi. Sedangkan bore up diterapkan sebagai kompensasi agar putaran mesin tetap bisa di atas standar.
Enaknya melakukan perkawinan stroke up dan bore up adalah ubahan stroke dan bore tak perlu ekstrem. Lagi pula tampaknya target mengejar mesin lebih bertorsi dan mampu berkitir ke rpm lebih tinggi berhasil. Asyiknya, hal ini disokong part pendukung, macam pin stroke up yang tersedia banyak di pasaran.
Namun berjalannya waktu tampaknya mengubah hal ini. Setidaknya kini, lebih banyak motor yang kencang tanpa melakukan stroke up pada mesinnya. Dan tak hanya sekadar kencang. Kini motor-motor drag bike yang menerapkan pakem ini jadi terkencang sekaligus pecahkan rekor best time 201 m.
Contoh termutakhir, ya Mio garapan Pele dari tim Pels UD Rizky. Lewat drag biker Adi S. Tuyul raih best time 8,316 detik! Atau tengok kelas baru kelas Bebek FFA s/d 200cc yang digelar di Yogya (4/10) lalu, pemenangnya Agung Unyil raih best time 8,4 detik. Dragsternya Jupiter tim Jepang Motor garapan Donny Aqwinu yang strokenya standar.
"Buat apa distroke, jika bore up saja sudah bisa mengejar cc?" ucap Pele. Perkataan itu menunjukkan kalau dia menghindari stroke up alias naik langkah. Salah satu alasannya adalah seperti yang dikatakan Winu, "Kalau ada bengkel bubut yang bisa menjamin hasil naik stroke-nya jika diukur centernya nol, baru aku mau."
Ya, center crankshaft alias as kruk rata-rata susah untuk jadi benar-benar nol. Dalam arti ketika diukur lewat dial angka simpangan setidaknya di bawah 0,10 mm.
Tentu banyak fakta lain yang bisa disingkap kenapa fenomena meninggalkan cara stroke up kini jadi pilihan banyak mekanik.
So, jika mekanik drag bike saja ramai-ramai meninggalkan cara stroke up, maka buat korek harian yang berarti lebih butuh ketahanan sebaiknya tinggalkan saja stroke up!
Apa hubungannya drag bike dengan dunia street performance? Tak bisa dipungkiri, para mekanik drag bike sebagian besar masih menerima garapan ngoprek mesin street performance alias korek harian.
Itulah kenapa fenomena yang terjadi di drag bike ini berhubungan erat dengan bahasan street performance. Dengan meninggalkan stroke up, berarti buat membengkakan cc mesin, bore up dijadikan satu-satunya cara.
Pertanyaannya, mengapa? Mengapa stroke up ditinggalkan?
Sebelum menjawab hal ini, sebagai ilustrasi, fenomena ini paling menonjol terlihat di kelas Skutik s/d 200cc! Ya, tak lain dan tak bukan karena basis mesin skutik yang digunakan standarnya berkapasitas di bawah 125cc. Makanya biar bisa bersaing ya harus kejar cc.
Dulu, cara yang ditempuh adalah mengawinkan metode bore up dan stroke up. Katanya sih stroke up dibutuhkan agar mesin makin bertorsi. Sedangkan bore up diterapkan sebagai kompensasi agar putaran mesin tetap bisa di atas standar.
Enaknya melakukan perkawinan stroke up dan bore up adalah ubahan stroke dan bore tak perlu ekstrem. Lagi pula tampaknya target mengejar mesin lebih bertorsi dan mampu berkitir ke rpm lebih tinggi berhasil. Asyiknya, hal ini disokong part pendukung, macam pin stroke up yang tersedia banyak di pasaran.
Namun berjalannya waktu tampaknya mengubah hal ini. Setidaknya kini, lebih banyak motor yang kencang tanpa melakukan stroke up pada mesinnya. Dan tak hanya sekadar kencang. Kini motor-motor drag bike yang menerapkan pakem ini jadi terkencang sekaligus pecahkan rekor best time 201 m.
Contoh termutakhir, ya Mio garapan Pele dari tim Pels UD Rizky. Lewat drag biker Adi S. Tuyul raih best time 8,316 detik! Atau tengok kelas baru kelas Bebek FFA s/d 200cc yang digelar di Yogya (4/10) lalu, pemenangnya Agung Unyil raih best time 8,4 detik. Dragsternya Jupiter tim Jepang Motor garapan Donny Aqwinu yang strokenya standar.
"Buat apa distroke, jika bore up saja sudah bisa mengejar cc?" ucap Pele. Perkataan itu menunjukkan kalau dia menghindari stroke up alias naik langkah. Salah satu alasannya adalah seperti yang dikatakan Winu, "Kalau ada bengkel bubut yang bisa menjamin hasil naik stroke-nya jika diukur centernya nol, baru aku mau."
Ya, center crankshaft alias as kruk rata-rata susah untuk jadi benar-benar nol. Dalam arti ketika diukur lewat dial angka simpangan setidaknya di bawah 0,10 mm.
Tentu banyak fakta lain yang bisa disingkap kenapa fenomena meninggalkan cara stroke up kini jadi pilihan banyak mekanik.
So, jika mekanik drag bike saja ramai-ramai meninggalkan cara stroke up, maka buat korek harian yang berarti lebih butuh ketahanan sebaiknya tinggalkan saja stroke up!
0 komentar:
Posting Komentar